Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, sering kali kita terjebak dalam pola pikir bahwa kebahagiaan identik dengan banyaknya harta. Padahal, jauh sebelum dunia mengenal istilah kapitalisme, seorang pemikir besar bernama Ibnu Khaldun sudah mengingatkan β harta hanyalah alat, bukan tujuan.
Ibnu Khaldun melihat kekayaan bukan sebagai sesuatu yang harus disembah, tetapi sebagai alat penunjang kehidupan. Harta, kata beliau, hanyalah sarana untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti makan, pakaian, dan tempat tinggal β bukan untuk menumpuk angka atau membangun citra di mata manusia.
Dalam konteks ini, saya, sering merenungkan betapa sering kita membiarkan harta mengendalikan arah hidup kita. Padahal sejatinya, kitalah yang seharusnya mengendalikan harta, menjadikannya alat kebaikan β bukan jebakan keserakahan.
Ibnu Khaldun juga menekankan pentingnya keadilan dalam distribusi kekayaan. Sebab, masyarakat akan stabil bila harta tidak menumpuk di tangan segelintir orang. Inilah nilai yang relevan bagi kita para penggerak sosial dan pejuang zakat: bagaimana memastikan harta yang kita kelola dapat memberi manfaat luas, menghidupkan ekonomi umat, dan menghadirkan keberkahan sosial.
Lebih jauh, Ibnu Khaldun memandang uang sebagai alat tukar yang adil dan stabil β seperti emas dan perak di zamannya. Dalam kehidupan sekarang, hal ini bisa kita maknai sebagai ajakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan etika, bukan spekulasi. Bukan sekadar mencari untung cepat, tapi memastikan setiap rupiah yang berputar membawa maslahat.
Dan yang paling menarik, beliau menyebut bahwa nilai suatu barang berasal dari kerja manusia, bukan sekadar banyaknya uang yang beredar. Artinya, kerja keras, kejujuran, dan niat baik lebih bernilai daripada angka di rekening.
π‘ Pelajaran hidup dari Ibnu Khaldun ini sejalan dengan prinsip yang selalu saya pegang:
βHarta bukanlah tuan yang harus dipuja, melainkan pelayan yang harus dikelola dengan amanah.β
Jadi, ketika kita memiliki rezeki lebih, jangan sekadar bangga karena bisa membeli banyak hal. Banggalah ketika harta itu mampu menolong, menghidupi, dan memberi manfaat bagi sesama.
Mari kita belajar dari Ibnu Khaldun untuk memperlakukan harta sebagai amanah, bukan sebagai ukuran nilai diri. Karena pada akhirnya, keberkahan hidup bukan diukur dari berapa banyak yang kita kumpulkan, tapi dari seberapa banyak yang kita manfaatkan untuk kebaikan.
π Refleksi untuk hari ini:
Apakah harta yang kita miliki sudah menjadi sarana menuju kebaikan?
Ataukah tanpa sadar kita sedang menjadi hambanya?
β¨ Gunakan harta untuk menebar manfaat, bukan sekadar menambah jumlah. Sebab harta yang sejati bukan yang disimpan, tapi yang digunakan untuk kebaikan.