
Sajak by Kang Akbar
Ratna,
perutmu kini bukan cuma tempat rindu
tapi juga tempat tumbuh anak kita
yang belum tahu dunia ini bisa lebih licik dari lintah darat.
Aku tahu kamu lelah
jadi istri calo yang pulang bau solar dan makian
yang uangnya selalu receh tapi tak pernah kering
yang kadang harus bohong demi ongkos makan.
Terminal ini keras, Ratna
di sini kejujuran bisa bikin kamu tidur lapar
sementara omong kosong bisa bikin dapur ngebul.
Orang bilang calo itu penipu,
tapi mereka tak tahu kami yang jaga lajur,
atur arah, atur sopir-sopir yang kepalanya lebih keras dari knalpot.
Jangan malu,
aku tak jual tubuh, tak rampok masjid.
Aku cuma main kode tangan, bagi hasil, dan kasih amplop ke petugas
biar preman enggak ganggu, dan sopir bisa tenang narik.
Aku tahu kamu dulu pengen nikah sama pegawai negeri
yang seragamnya rapi, wajahnya licin,
tapi aku cuma Ilham
yang hidup dari percakapan kotor dan uang selembar yang dibelah tiga.
Tapi dengar ini, Ratna:
Anak kita nanti harus pintar cari jalan
bukan jujur doang, tapi jago manuver
jangan sampai dia tumbuh jadi orang polos
yang percaya kalau keadilan itu tinggal di kantor kelurahan.
Ajari dia untuk hormat pada yang tua,
tapi lebih hormat lagi pada insting bertahan hidup.
Kalau dia tanya kenapa kita tinggal di rumah petakan,
bilang saja:
karena orang baik selalu datang belakangan
dan orang pintar sering dilindas sopir ugal-ugalan.
Kalau dia laki-laki, ajari dia cara baca mata orang
cara minta tolong tanpa terdengar lemah
dan cara bilang “terima kasih” sambil tetap waspada
karena di jalanan, senyum bisa berubah jadi tikaman.
Kalau dia perempuan,
ajarkan dia keberanian tanpa harus minta maaf
dan jangan percaya pada janji lelaki yang bilang “aku serius”
karena kadang serius itu cuma topeng buat tipu harapan.
Ratna,
aku mungkin bukan lelaki ideal
tapi aku ingin anak kita kelak
tahu caranya hidup di negeri yang pura-pura beres
tahu bahwa kadang yang bersih justru kalah dari yang βberpengaruhβ.
Jadi, jaga kandungan itu baik-baik
karena di dalamnya ada masa depan
yang harus lebih lihai dari aku
dan lebih tahan dari kamu.
Salam dari pinggir terminal
dari bangku besi yang masih hangat oleh panas pantat preman,
dari aku, Ilham,
yang tetap pulang dengan cinta walau penuh keringat dan debu jalanan.
Kalau ingin versi yang lebih pendek atau mau dibuatkan versi audio/voice-over, tinggal bilang saja ya.