
Ace Hardware Indonesia merupakan salah satu raksasa retail perlengkapan rumah tangga yang sangat dikenal masyarakat. Dengan omzet lebih dari Rp70 triliun dan laba bersih hingga Rp7 triliun dalam 15 tahun terakhir, banyak yang mengira bisnis ini akan terus berjaya. Namun, pada akhir 2024, publik dikejutkan dengan pengumuman bahwa Ace Hardware Indonesia akan rebranding menjadi Azko. Perubahan ini menimbulkan banyak pertanyaan: Apakah ini sekadar ganti nama, atau ada hal lebih besar di baliknya?
Ace Hardware Indonesia berdiri sejak tahun 1995 melalui kontrak lisensi dengan Ace Hardware Corporation dari Amerika Serikat. Dalam kontrak tersebut, Indonesia diperbolehkan menggunakan merek dagang Ace Hardware untuk beroperasi di dalam negeri. Kontrak ini diperbarui setiap 15 tahun. Namun, kontrak terakhir yang berakhir 31 Desember 2024 tidak diperpanjang, sehingga memicu perubahan identitas perusahaan menjadi Azko.
Rebranding ini bukan hanya soal citra baru, tetapi berkaitan erat dengan strategi bisnis. Beberapa alasan utama adalah:
Dengan berganti nama menjadi Azko, perusahaan berharap bisa lebih dinamis dan kompetitif di pasar lokal.
Azko kini dikelola oleh PT Aspirasi Hidup Indonesia (AHI). Nama “Azko” sendiri merupakan akronim dari βA to Zβ yang menunjukkan kelengkapan produk, serta βkoβ yang mencerminkan nilai kolaboratif dan komprehensif. Dari total 241 toko yang tersebar di Indonesia, saat ini sekitar 70 toko sedang menjalani proses rebranding. Kampanye besar-besaran pun dilakukan untuk memperkenalkan brand ini ke publik melalui iklan di Bundaran HI, billboard, hingga branding mobil.
Salah satu tantangan terbesar adalah membangun ulang kepercayaan konsumen terhadap brand baru. Masyarakat Indonesia selama puluhan tahun mengenal Ace Hardware sebagai tempat belanja perlengkapan rumah tangga terpercaya. Pertanyaannya, apakah mereka akan tetap membeli di Azko?
Namun di sisi lain, jika Azko mampu menyediakan produk lokal yang lebih murah dan sesuai kebutuhan pasar, seperti yang dilakukan Krisbow, ada potensi pertumbuhan yang lebih besar di masa depan.
Kasus ini membuka diskusi lebih luas soal nasionalisme ekonomi vs kebutuhan investasi asing. Beberapa pihak menilai keputusan memutus lisensi asing dapat membuat investor luar negeri ragu untuk masuk ke Indonesia. Contoh serupa sebelumnya terjadi pada merek Lays yang digantikan oleh Chitato Lite, serta perubahan KKV. Bila fenomena ini terus berulang, investor bisa kehilangan kepercayaan dan lebih memilih masuk ke Indonesia tanpa mitra lokal.
Keputusan untuk rebranding menjadi Azko adalah langkah berani dan penuh risiko, namun juga membuka peluang baru untuk penguatan brand lokal. Apakah ini akan menjadi kisah sukses seperti Krisbow, atau justru menggerus nilai brand yang sudah dibangun selama puluhan tahun? Hanya waktu yang bisa menjawab.
YouTube β @RaymondChin
Judul: βBedah Kematian ACE HARDWAREβ
Link: https://youtu.be/a1VauNNTwfw?si=RogffIIIIlqxWAwp